Sonja dan Shanti Sungkono Si Kembar yang Taklukan Berlin
Di hadapan publik musik klasik Berlin, Jerman penampilan duo pianis kembar Sonja dan Shanti Sungkono tampak eksotis. Di atas pentas, tubuh kedua perempuan berwajah Jawa ini dibalut kebaya dengan siluet brokat keperakan. Rambut mereka disanggul. Penampilan keduanya jauh dari penampilan panggung para musisi klasik yang konservatif—yang umumnya muncul dengan gaun panjang warna hitam.
Duet Sonja-Shanti tak sedang ingin tampil unik, apalagi nyentrik, dengan gaya tersebut. Model penampilan itu boleh dibilang telah menjadi ciri khas sekaligus identitas mereka sebagai perempuan Indonesia dalam pelbagai pentas di mancanegara. Selain penampilan, dalam setiap pertunjukan, keduanya selalu memperkenalkan diri sebagai duo pianis Indonesia. “Dari penampilan saja kelihatan, kami bukan orang Jerman,” kata keduanya, yang sejak 1991 bermukim di Berlin.
Bukan lantaran penampilan itu yang membuat mereka memukau. Kepiawaian jari-jari mereka menari di atas tuts pianolah yang dikagumi penikmat musik klasik, baik di Jerman maupun di kota-kota besar lain di mancanegara.
Bahkan permainan Sonja-Shanti telah mencuri perhatian para musisi dan kritikus musik klasik Eropa. Di Jerman, penampilan mereka dipuji, “Benar-benar pertunjukan yang indah, mengagumkan, dan profesional.”
Bahkan permainan Sonja-Shanti telah mencuri perhatian para musisi dan kritikus musik klasik Eropa. Di Jerman, penampilan mereka dipuji, “Benar-benar pertunjukan yang indah, mengagumkan, dan profesional.”
Prestasi mereka pun patut dibanggakan. Mereka meraih Jerry Coppola Prize dalam lomba duet piano di Miami, Amerika Serikat, pada 1999. Dua tahun berturut-turut (2001 dan 2002) mereka menyabet Prize Winners Juergen Sellheim Foundation di Hannover, Jerman. Lalu pada 2002 menjadi juara ketiga Torneo Internazionale di Musica di Italia. Terakhir, mereka menggondol Prize Winners pada National Piano Duo Competition di Saarbrucken, Jerman, pada 2003.
Album pertama mereka, Works for Two Pianos, dirilis pada 2002. Dua tahun berselang, Sonja-Shanti menelurkan album kedua bertajuk 20th Century Piano Duets Collection. Kedua album berformat CD itu di bawah label NCA Jerman. Peredaran album kedua lebih luas dari yang pertama.
Selain di Jerman, album tersebut beredar di Prancis, Italia, Austria, Swedia, Jepang, dan Amerika. Kedua album itu juga mendapat apresiasi yang cukup antusias dari sejumlah media musik klasik di Eropa. Selain itu, kedua album tersebut masuk arsip Perpustakaan Musik Naxos—produser musik klasik dunia yang menyimpan sekitar 36 ribu album.
Lahir di Jakarta, 3 Januari 1972, Sonja-Shanti terbang ke Jerman saat negeri itu tengah dikepung musim dingin pada 1991. Awalnya, mereka hanya ingin menengok kakaknya dan belajar bahasa Jerman. Namun bakat seni yang mengalir dari orang tuanya (ibunya seorang pianis dan bapaknya pencinta musik klasik) kemudian menggiring mereka masuk jurusan musik di Hochschule der Kunste, Berlin. Belajar bahasa yang telah mereka jalani sekitar tiga tahun pun ditinggalkan.
Rupanya pilihan mereka tak meleset. Di bawah bimbingan Profesor Sorin Enachescu, talenta permainan piano kian terasah. Semasa kuliah, Sonja-Shanti sempat membentuk chamber music dengan mahasiswa lainnya. Tapi mereka tak berhasil. Akhirnya mereka memohon kepada Profesor Enachescu untuk menempuh ujian diploma piano duo.
Profesor keturunan Rumania itu mengabulkan dan kemudian menguji mereka. Padahal ujian seperti ini tak pernah ada sebelumnya. Dalam ujian tersebut, duet Sonja-Shanti menyuguhkan permainan Searamousche—sebuah komposisi piano klasik karya Darius Milhaud—sepanjang sekitar 15 menit. Sang guru besar terpesona oleh permainan mereka yang memikat. Predikat sehr gut (sangat bagus) diperoleh mereka.
Momentum itulah yang dijadikan langkah awal duet pianis Sonja-Shanti. Sejak itu, mereka mulai menapaki karier sebagai duo pianis.
Penampilan mereka yang memukau menarik minat sejumlah kalangan, termasuk almamaternya, yang kini bernama Berlin University of the Arts. Waktu terus bergulir, nama mereka mulai menjadi pembicaraan di kalangan penikmat dan musisi klasik Jerman. Undangan untuk pentas pun kemudian membanjiri mereka.
Sonja-Shanti kian yakin atas langkah mereka setelah penampilan duet piano di sejumlah kota besar Eropa—seperti Berlin, Hamburg, Warsawa, Venesia, dan Paris—mencatatkan sukses besar. Boleh dibilang, kelebihan mereka dibandingkan dengan duet-duet pianis Jerman yang sudah lama berkiprah adalah mereka lahir kembar, hubungan batin keduanya terasa lebih kuat.
“Jadi, kalau di panggung saya berbuat kesalahan, Shanti akan cepat bereaksi, sehingga malah terdengar seperti ada kling yang baru,” tutur Sonja.
Kini jadwal penampilan duet mereka setiap tahun diumumkan Arsip Konser Laurent Mettraum— yang bertanggung jawab membuat daftar pertunjukan para musisi berbakat dari seluruh dunia di internet. Dalam daftar itu tertera jadwal mereka akan tampil bareng pada sebuah pertunjukan dengan duet pianis terkenal dari Swiss: Dominique Derron dan Pius Urech.
Sonja-Shanti acap kali membawakan karya-karya komposer musik klasik dunia, seperti Mozart, Bach, Tchaikovsky, Schubert, dan Debussy. Kadang duet ini juga mendetingkan gubahan Colin McPhee yang terpesona oleh keindahan Pulau Dewata: Balinese Ceremonial Music. Dentingan gamelan khas Bali terdengar amat merdu di atas tuts-tuts piano.
“Sebetulnya kami ingin bekerja sama dengan musisi Indonesia, seperti Adi M.S. Tapi kami sering terbentur pada soal hak cipta. Di Jerman, hak cipta amat ketat,” ujar Sonja. ”Padahal kami ingin membawa musik Indonesia ke pentas dunia.”
Meski kepiawaian duet pianis ini telah berhasil melambungkan Jerman di belantika musik klasik internasional, mereka berkukuh akan tetap mempertahankan status kewarganegaraannya. “Kami cinta Indonesia, buat apa melepas kewarganegaraan?” kata mereka. Mereka belum tahu sampai kapan akan tinggal di Jerman. Apalagi anak-anak mereka lahir pula di Jerman. Tapi keinginan pulang ke Indonesia tak pernah padam. “Aduh gimana ya, walaupun saya bisa makan masakan Jerman, lidah saya tetap cinta gado- gado,” kata perempuan yang bercita-cita mendirikan sekolah musik di Jakarta ini terbahak.
Sumber: Koran Tempo
0 Responses to Si Kembar Ini Sukses Taklukan Berlin